Selasa, 01 Maret 2011

Melupakan Yang Banyak Karena Yang Sedikit

Untuk membenci seseorang, kita hanya butuh satu pemantik emosi yang kan membakar kearifan menimbang dan memutuskan suatu hal secara general. Kita tak kan mau dipusingkan lagi oleh hal-hal detail atau yang sifatnya khusus, temporer, minor, maupun insidental. Juga tak kan lebih jauh lagi memahami penyebab dan tingkat kehendak si pelaku (tidak sengaja, sengaja, atau terpaksa).

Dalam sekejap, kita melupakan banyak hal yang baik yang telah dilakukan orang tersebut untuk kita. Umpamanya, dia pernah membelikan kita sarapan. Dia pernah berbagi tumpangan becak ketika kita terjebak hujan deras. Dia pernah menjadi teman yang baik berbagi cerita dan keluh kesah saat kita merasa jenuh dengan rutinitas kantor. Dia pernah mengajari kita suatu aplikasi yang berguna untuk memudahkan pekerjaan kita. Memberi software. Mengenalkan kita ke beragam komunitas. Dan banyak hal baik lainnya.

Lantas, hanya karena satu hal kecil (menjadi luar biasa besar karena terus menerus diperbesar ego), semua itu mendadak sirna dari memori kita. Membencinya habis-habisan. Tanpa pembelaannya, kita menjatuhkan vonis tetap, seakan sudah incracht, pasti.

Manusia memang demikian. Pelupa. Cepat sekali lupa. Dibelenggu oleh sedikit hal, cuek akan banyak hal. Ketika dibelenggu sedikit hal, hilanglah kesadarannya akan kenikmatannya terhadap banyak hal. Ketika jari kelingking tangan kanannya sakit, pikirannya melulu ke situ, hingga kakinya pun seolah sakit ketika melangkah, matanya terasa kabur melihat, dan kepalanya mendadak pusing bukan kepalang.

Demikian hablunminannâs. Demikian sikapnya dengan dirinya sendiri. Demikian pula halnya hablunminallôh.

Banyak dari kita itu, penganut aliran kufur nikmat. Kok bisa? Ya contohnya ya, kita sering mengutuki "aneka kesialan" yang menimpa kita. Padahal, dalam konsep aqidah Islam tidak dikenal konsep "sial". Yang ada adalah konsep qadha dan qadar dimana yang baik atau buruknya berasal dari Allah swt.

Kita menggerutu, "kenapa pekerjaan ini demikian membosankan?". Sesekali kita menghardik diri sendiri, "Sial benar nasibku ditempatkan di tempat seperti ini. Coba kemarin Pegawai dan Pejabat Kepegawaian itu kusogok, aku tak kan ditempatkan di pelosok daerah kabupaten ini". Dan lain-lain gerutuan.

Kufur nikmat. Mengingkari pemberian Allah, melupakan nikmat Allah, mengabaikan Kemahakuasaan Allah. Kufur Nikmat bersahabat erat denan Thulul 'Amal (Panjang Angan-Angan). Setelah puas mengkufuri nikmat Allah, seseorang biasanya mulai merancang dunianya sendiri dalam khayalannya. Ia sibuk berandai-andai, dan konsisten menunda berbuat kebaikan. Benar-benar Kombinasi yang membinasakan: Kufur Nikmat & Thulul 'Amal.

Karena yang sedikit itu, membuat kita melupakan yang banyak. Renungkanlah, "DI LUAR SANA, BERJUTA-JUTA MANUSIA MASIH BERDOA AGAR DIBERI SEPERSEKIAN DARI KENIKMATAN ANDA: PEKERJAAN, TEMPAT BERTEDUH, MAKANAN, PAKAIAN, PENDIDIKAN, KESEHATAN, JODOH, KETURUNAN, DLL..."


"Lainsyakartum laadzîdannakum, walainkafartum inna 'adzâbî lasyadîd"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar